Membahas Video LOOK UP Dari Perspektif Saya

Ceritanya, kemaren pagi saya baca postingan di Path tentang viral message bernama look up. Saya pun langsung ngecek ke youtube dan search ‘look up’ , kemaren pagi cuma sekitar 9 juta penonton, eh ini barusan sudah tembus 13 juta. Termasuk saya yang gak pernah bosan menonton dan sedikit melow. Ahemm...

Saya sudah kenal internet dari tahun 1997 atau 1998 gitu deh. Email hotmail dan yahoo saya dari tahun tersebut masih aktif sampai sekarang. Dulu, internet gak seramai sekarang. Banyak orang bertemu jodoh melalui internet dan jarang yang ditipu seperti sekarang.

Tahun 2004, friendster mulai dikenal di Indonesia. Sejak itu, perkembangan begitu cepatnya hingga sekarang.  Saking cepatnya, saya mencapai titik jenuh. Saya bosan. Saya muak.

Tapi pada kenyataannya, saya masih saja mengamati perkembangan dunia social media ini. Pada dasarnya, saya suka mengamati orang dan mencari celah untuk perbaikan diri. Ini juga yang saya lakukan dengan mengamati perilaku di social media.

Dulu, bangga – banggaan kalau gabung social media baru. Sekarang, kayaknya cukup sampai Path aja secara ketemunya itu – itu saja.

Ada beberapa kesempatan yang saya alami pribadi dan bikin miris.
  1. Saat saya pergi ke suatu acara, rata – rata yang diundang sibuk megang gadget. Mau ngobrol pun cuma sepatah dua kata basa basi. Padahal kalau diundang acara gitu, enaknya nambah sahabat offline dan networking ya. Berbagi cerita dan saling mengenal.
  2. Di kesempatan lain saya ketemu teman lama, instead of ngobrol panjang lebar, eh malahan dia sibuk foto – foto dan upload di social media. Kesel gak sih?

Memang sih banyak yang ketemu teman baru melalui perkenalan di social media. Itu gak salah. Tapi dalam beberapa hal, sekarang ini saya lebih menghargai ketemuan , ngobrol – ngobrol , bersenda gurau daripada cuma berhubungan lewat social media.

Di suatu kesempatan saling berbagi link melalu social media, terjadi komentar yang saling jawab -  menjawab. Lama – lama saya bingung, ini koq kayaknya gak nyambung ya. Coba kalau di dunia nyata, peristiwa gak nyambung bisa diminimalisir. Kalau kejadian saya, mau mengulangnya juga udah malas. Bagaimanapun bahasa melalui tulisan belom bisa menggantikan pembicaraan secara langsung. Kesalahpahaman sering terjadi melalui bahasa lewat tulisan.

Gak saya pungkiri, saya mendapat banyak rezeki lewat live tweet. But these days, it is kind of annoying. Kita di suatu acara, mendengar pembicara ngomong. Aturannya terjadi saling tatap mata. Yang terjadi, si pembicara ngomong, pendengar pada nunduk bikin live tweet  dan menggunakan social media untuk keperluan pribadi. Kalau saya jadi pembicara, bakalan gak pede kalau melihat audiens gak melihat ke saya. Bukannya narsis, tapi bagi saya itu sesuatu yang gak etis. Walau secara viral, live tweet dengan hashtag tertentu membuat acara itu dibicarakan orang dan menguntungkan suatu produk. Seandainya ada agency yang berani untuk menghapus live tweet dan mengganti tweet di jam lain yang ditentukan,  tentu akan lebih menyenangkan.

Memang sih live tweet ada juga sisi positifnya apalagi jika kita adalah blogger yang kudu bikin laporan tulisan. Tinggal buka tweet kita untuk mencari bahan tulisan. Tapi ada cara lain, misalnya menulis di kertas. Hitung – hitung olahraga untuk tangan. Jujur nih, saking jarangnya saya nulis, kadang sampai kaku lho saat harus menulis. Bahkan tanda tangan sayapun kadang saya lupa bagaimana menarik garisnya.

Lagian jujur nih, kalau live tweet gak ada hadiahnya, apa masih mau gitu melakukannya? hehehe.. Ya, gak semua orang matre sih. Tapi, palingan juga hanya mau ngetweet sekali dua kali tentang acara tersebut.

Dalam satu kesempatan lain, saya pernah diwawancara suatu kantor. Saat wawancara tersebut, si pewawancara minta izin utk membalas bbm. Well, iya sih itu penting. Tapi gini aja, jaman dulu sebelum ada bbm, orang bisa menunggu saat menelpon, kenapa sekarang gak bisa?

Selalu ada excuse , tinggal bagaimana kita menyikapinya. Memprioritaskan mana yang penting, mana yang bisa ditunda.

Bagi saya chat melalui gadget saat sedang ngobrol dengan orang lain di suatu tempat, kecuali itu penting banget menyangkut hidup mati lebih baik ditunda dulu. Tapi lagi – lagi, itu menurut saya.

Kadang saking suntuknya saya dengan gadget, saya suka menyimpan gadget tersebut di tempat susah dijangkau di akhir pekan. Dengan begitu saya bisa menikmati asyiknya berkegiatan lain tanpa perlu tiap bentar buka gadget.

Udah gak jaman lah check – in sana sini terus di upload. Alih – alih bisa membahayakan. Lagian, emang kalo situ check in di suatu tempat, saya juga disitu, mau ditraktir makan gitu? Hehehe..

Memang sih kita terbantu dengan gadget utamanya dengan segala aplikasi yang ada (selain social media). Coba dihitung, dalam sehari berapa persen menggunakan aplikasi non – social media? Hmmm, you know the answers.

Kembali ke video youtube, look up. Intinya jangan look down ke gadget kita terus. Kali – kali aja pas nanya jalan ma orang karena gak bawa gadget, eh ternyata tuh orang jodoh kita.

Daripada anak kecil dikasih ipad, ajak deh bermain di taman. Main gadget gak bikin anak kecil lebih kreatif. Kenapa saya tulis kreatif. Gini nih, walau saya belum punya anak, saya merasa tingkat kreatif  saya (yang sebenernya biasa aja) dibina sejak kecil dengan segala prakarya dan tali temali saat pramuka.

Saya dari kecil gak pernah diizininin naik yang tinggi – tinggi dan bikin saya takut ketinggian – walau sekarang perlahan sembuh. Jaman saya dulu orang tua gak pernah belikan alat untuk main game. Untuk tetris aja susah payah mintanya. Akhirnya sampai sekarang saya malas main game.

Coba kalau anak sekarang dikasih gadget, bisa – bisa dia enggan saat diajak main ke taman atau bahkan untuk bermain di lumpur saat ke sawah karena otaknya hanya terpikir tentang apa yang di gadget. Idih, saya sok banget ya ngomongin gini. Maaf ya kalau ada salah – salah kata.

Terus, di video itu juga , si Gary Turk – pria yang ngomong – bilang bahwa kita generasi idiot, gadget dan orang – orang bodoh. Terlalu kasar ya? Tapi kalau dipikir, berapa banyak keuntungan yang kita kasih ke produsen gadget tersebut?

Ada yang bela – belain selalu membeli gadget keluaran terbaru walau harga gak masuk akal dan aplikasi yang dipakai juga cuma social media! Padahal duit sebanyak itu, kalau dibelikan pengalaman dengan liburan , jauhhh lebih berharga. Atau duit segitu dipake untuk anak – anak yang susah, oalahhhhh selain dapat pahala, benefitnya juga luar biasa. Berapa puluh anak yang kita bisa bantu?

Tapi lagi – lagi, kembali ke masing – masing orang ye.

Secanggih – canggihnya penunjuk jalan melalui gadget, saya kadang masih percaya nanya ke orang di pinggir jalan. Mungkin ada benarnya ya analisa dari buku Allan dan Barbara Pease  kalau cewek tuh gak bisa baca peta. Hihih.

Kayaknya hidup saya banyak aturan ya? Setelah menulis tentang etika di path, terus ini. Gak bermaksud menceramahi sih, cuma sekarang ini melihat orang semakin ngasal dan ga peduli dengan kehadiran orang lain.

Di suatu acara yang saya datangi, dengan tempat yang tidak begitu besar, saya mengantri mengambil makanan dengan meja yang cuma satu dari arah kiri. Setelah mengambil piring, nasi, dst eh sekonyong – konyongnya dari arah kanan ada cewek yang masih muda setelah mengambil piring di belakang saya, terus ke arah kanan mengambil makanan. Alhasil, antrian jadi ngaco. Apa susahnya ngantri? Udah lapar ya neng? 

Atau ada cerita lagi, ketemu temen , rame-rame tapi tyap bentar foto untuk buru-buru di upload. Hello, kapan ngobrolnya???

Saya pribadi, setiap ada kesempatan luang, satu persatu foto di facebook yang dulu saya bangga saat meng-upload, saya download kembali lalu saya remove.

Lain kesempatan, saya pergi nonton dengan teman. Tahu donk bioskop gelap dan kalau ada sedikit cahaya akan sangat menyilaukan. Eh temen saya malah membuka hapenya membaca pesan dan membalas. Lagi – lagi, emangnya itu pesan menyangkut hidup mati seseorang!

Okedeh, semuanya kembali ke kita semua. Sebuah renungan dari tulisan saya di tahun lalu.


Have you ever thought that , like 10yrs from now, you will be smiling, thinking what you have done in social media. The smile that makes you realize, whether those existence are useful or else make you lost nowhere in this world?

Oh iya, ini video look up yang saya maksud. Sangat menyentuh dan keren..


Comments

Popular Posts