Satu Generasi yang Hilang
Saya tinggal di pusat kota Jakarta.
Kemana-mana dekat, kalau kata orang sih, tinggal ngesot juga sampai tujuan.
Bagaimanapun saya lebih suka menyebut daerah tempat tinggal ini sebagai
kampung. Penduduk sekitar selalu bahu membahu dalam segala hal. Walaupun saya
tidak mengenal mereka, tapi kalau berpapasan ya tetap tersenyum seolah saya
mengenal mereka.
Dibalik keramahan penduduk di kampung
ini terdapat cerita yang menyedihkan bahwa satu generasi telah hilang. Generasi
tersebut adalah generasi saya. Generasi yang seharusnya sekarang menjadi
generasi yang memperbaiki kampung ini. Generasi yang seharusnya membangun
bangsa ini.
Generasi tersebut hilang dikarenakan
narkoba. Narkoba telah banyak merebut pemuda di kampung ini. Pemuda –
kebanyakan mereka yang meninggal adalah para lelaki. Bukan tidak ada pengguna
wanita. Tentunya ada tapi biasanya pengguna wanita gampang tersadarkan terlebih
saat mereka memutuskan untuk menikah.
Masih jelas teringat sekitar empat tahun
lalu. Seperti biasa, pengumuman orang yang meninggal dunia dikumandangkan
melalui mesjid yang berjarak 200 meter dari rumah tapi jangkauan speaker bisa
mencapai satu kilometer.
Diumumkan bahwa yang meninggal adalah
seorang pemuda. Saya kenal lelaki ini. Dia adalah kakak kelas saya di Sekolah
Dasar, setahun lebih tua. Saat itu, sebut saja namanya P, lumayan tampan. Tinggalnya
pun hanya beberapa rumah dari rumah saya.
Memang saya sudah mendengar dari Ibu beberapa
hari sebelumnya kalau si P ini sedang dirawat di rumah sakit yang dekat rumah.
Sakitnya? Apalagi kalau bukan karena penggunaan narkoba.
Wafatnya P adalah yang terakhir dari
rangkaian wafatnya para pemuda di kampung saya. Setelah sekitar dua puluh tahun
di kampung ini banyak pengguna narkoba. Sekarang, bisa dibilang kampung ini
bersih.
Selama dua puluh tahun itu, minimal satu
korban narkoba meninggal dunia setiap tahunnya. Kebanyakan meninggal karena
over dosis aka OD. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki diri.
Tiba – tiba nyawa melayang dengan sia – sia.
Para korban narkoba tidak selalunya
anak-anak yang berasal dari keluarga berada. Banyak diantaranya berasal dari
keluarga yang pas - pasan. Orang tuanya saja susah payah mencari nafkah eh ini
si anak malah dengan seenaknya menggunakan uang jajan untuk membeli narkoba.
Kalau tidak ada duit, barang di rumah yang dijual.
Sungguh miris mendengar cerita beberapa
tetangga dengan anggota keluarga yang ketergantungan terhadap narkoba. Ada
beberapa dari mereka yang sempat keluar masuk penjara dikarenakan tertangkap
basah sedang menggunakan. Memang, kadang ada orang tertentu di kampung ini yang
melaporkan jika mereka merasa kumpul – kumpulnya para pemuda ini terlihat
meresahkan.
Sekarang, tidak ada lagi berita anak si
A atau anak si B yang menggunakan narkoba. Dengan menghilangnya satu generasi
yang mana di antara mereka ada yang sempat menikah dan mempunya keturunan dan
beberapa yang wafat teramat muda. Alhasil, jumlah anak yang dilahirkan di
kampung ini tidak seberapa banyak.
Dulu tidak seperti sekarang. Dulu, orang
tua merasa malu untuk mengakui kalau saja ada anggota keluarga mereka
menggunakan narkoba. Orang tua menutupi segala perbuatan anaknya.
Dulu, tidak banyak lembaga rehabilitasi
disediakan pemerintah. Pengobatan banyak dilakukan secara spiritual dengan
pergi ke kyai ini atau pesantren itu.
Dulu, menggunakan narkoba artinya
penjara di depan mata. Orang tua mana yang mau anaknya dipenjara? Apa kata orang
di sekitar mereka?
Sekarang, Badan Narkotika Nasional
bersama dengan pemerintah menyediakan banyak cara agar para pengguna dapat
disembuhkan. Orang tua tidak perlu takut untuk melaporkan anaknya. Penjara di
anggap bukan suatu penyelesaian. Maka, dibentuklah suatu lembaga bernama IPWL –
Institusi Penerima Wajib Lapor. Dengan melaporkan anggota keluarga yang terkena
pengaruh narkoba, maka bersama – sama upaya dilakukan agar si pengguna dapat
disembuhkan.
Teramat miris jika saya mengingat lagi
siapa saja pemuda dikampung ini yang terengut nyawanya dikarenakan narkoba.
Masih jelas wajah mereka di dalam ingatan saya. Pemuda yang rata-rata tinggi
dan tegap di saat duduk di bangku SMA. Dikarenakan narkoba, dibutuhkan waktu
tidak lama untuk mengubah perawakan mereka menjadi kusuh, luyuh dan terlihat
seperti tengkorak berjalan.
Kenapa juga saya bisa mengingat siapa
saja mereka? Karena dulunya, rumah saya yang terletak di pojok pertigaan jalan
merupakan tempat kumpul – kumpulnya para pemuda dari sore hingga malam hari.
Sangat menyedihkan mengingat bagaimana
para orang tua di kampung ini harus kehilangan anak mereka. Seandainya dulu ada
informasi sebanyak dan seinformatif sekarang. Tentunya kampung ini tidak perlu
kehilangan satu generasi.
Besar harapan saya, dimanapun di muka
bumi ini, khususnya di negara Indonesia tercinta. Jangan sampai ada lagi
generasi yang hilang. Semoga seluruh warga negara Indonesia mau saling bahu
membahu untuk menolong para pengguna narkoba.
Kita bisa memulai dari lingkungan
terkecil. Laporkan melalui IPWL atau kepolisian terdekat jika menemukan pengguna
narkoba. Bersama - sama nantinya pengguna narkoba akan diarahkan untuk
rehabilitasi melalui rawat jalan atau rawat inap.
Kita tidak perlu takut jika pengguna
narkoba akan dijebloskan ke dalam penjara. Selama dia hanya pengguna dan bukan
pengedar. Tidak ada keharusan bahwa penjara adalah tempat terakhir.
Jika kita semua mau peduli dengan
lingkungan sekitar, Insya Allah apa yang terjadi di kampung saya, tidak akan
terjadi di tempat lain. Kita membutuhkan para pemuda untuk pembangunan bangsa
ini yang jauh lebih baik di masa depan.
Comments
Post a Comment