Ketika Saudara Sendiri Menjadi Pecandu Narkoba
Pernahkah terpikir seseorang, saudara
dekat yang begitu dekatnya, teman bermain dari kecil ternyata adalah seorang
pecandu narkoba? Perlu waktu lama bagi saya untuk bisa menerima kenyataan saat
sepupu saya ternyata seorang pecandu. Saya pun membayangkan, kapan dan dimana,
sebut saja seorang pria bernama A ini mengkonsumsi narkoba.
Kejadian ini terjadi sebelum tahun 2000,
dimana internet belum secanggih sekarang. Saat itu, A berusia sekitar 22 tahun.
Informasi tentang narkoba yang bisa saya dapat hanyalah yang saya temukan di
koran ataupun majalah. Entah apa jenis narkoba yang digunakan saat itu, yang
saya dengar dari orang tua dan bisik-bisik dengan sepupu yang lain, si A ini
hanyalah seorang pengguna.
Masih teringat oleh saya bagaimana si A ini
menceritakan tentang sahabat-sahabatnya si ini dan si itu yang kebetulan saya
juga kenal dan mereka meninggal dunia dikarenakan penggunaan narkoba. Saat dia menceritakan,
tidak ada kecurigaan sedikitpun kalau dia pun juga ikut menggunakan. Pemikiran
saya saat itu hanyalah, kan dia sudah tahu bahaya narkoba, gak mungkin donk
kalau mau ikut-ikutan memakai.
Sampai tibalah suatu saat dimana tanpa
bisa menghindar lagi, bukti-bukti semua sudah di depan mata, si A ini
tertangkap basah menggunakan narkoba oleh ayahnya. Di dalam kamar ditemukan
beberapa alat hisap, bubuk dan juga bungkus rokok. Kami para sepupu dijauhkan
dari berhubungan dengan dia. Si A ini pun dijauhkan dari teman-teman di
sekitarnya.
Segala usaha dilakukan kedua orang tua
maupun keluarga lainnya yang dituakan. Dari membawa ke pesantren, pusat
rehabilitasi, hingga diasingkan dengan dikirim ke tempat terpencil.
Tak terhingga biaya yang dikeluarkan oleh
kedua orang tua si A. Aset yang ada pun dijual untuk membiayai segala macam
jenis perawatan. Namun yang justru terjadi, si A ini lagi dan lagi kembali ke
'dunia' nya.
Jujur saya katakan, saya sangat kasihan
melihat kejadian ini terutama terhadap kedua orang
tuanya. Hingga akhir nafas penghabisan
pun mereka akan melakukan segalanya agar anak mereka dapat sembuh dan juga yang
terpenting adalah jangan sampai perbuatannya ini diketahui oleh orang luar.
Merahasiakan atau menutup-nutupi anak
menggunakan narkoba inilah yang menurut saya membuat sang pengguna merasa aman.
Mereka tahu, apapun yang terjadi, orang tua maupun keluarga akan selalu menutupi
perbuatannya.
Padahal jika saja orang tua maupun
keluarga berani mengatakan kalau anggota keluarga mereka memang pengguna narkoba,
maka simpati dan dukungan dari pihak luar tentunya sedikit banyak akan
membantu. Misalnya, jika orang luar melihat gelagat si pengguna ini yang
menunjukkan ke arah mereka kembali menggunakan, maka orang luar dapat menjadi
mata-mata untuk keluarga tersebut.
Hingga saat inipun, tidak pernah saya
menanyakan kepada si A tentang bagaimana dia bisa terjerumus. Saat kami
bertemu, kami selalunya membicarakan tentang hal lain. Tidak ada tanda fisik
yang menunjukkan jika dia dulunya adalah seorang pengguna.
Jujur, hingga saat ini saya tidak tahu
apakah sepupu saya ini sudah ‘bersih’ atau masih menggunakan. Rasanya dengan
usia di atas 40 tahun, jika dia masih menggunakan, tentunya itu sesuatu yang
amat tidak bertanggung jawab. Terlebih dengan segala dampak yang dialami akibat
penggunaan narkoba.
Memang tidak terlihat adanya tanda-tanda
bekas suntikan. Di kemudian hari, kami para keluarga mengetahui kalau selain
shabu, si A ini pun mengkonsumsi putauw. Saya masih teringat saat kakak dari si
A ini menceritakan bagaimana saat itu dia menemukan pesan di pager (aduh, udah
lama banget ya?) tentang transaksi berkode ‘PT’. Saat itu sang kakak mengira
kalau PT ini maksudnya si adik dan kawan-kawannya membuat usaha yang berbadan
hukum Perseroan Terbatas.
Sekitar tahun 2000, pecandu narkoba bisa
gampang dikenali dengan bentuk tubuh yang kurus kerempeng tidak terurus serta
lingkaran mata yang hitam. Tapi itu dulu. Dari yang saya dengar, sekarang
narkoba jenis baru tidaklah memberikan dampak seperti itu.
Kembali ke sepupu saya, dampak yang
menurut saya jelas terlihat adalah sifat mudah tersinggung dan marah. Begitu
juga dengan masalah pernafasan dan penglihatan. Walau didiagnosis disebabkan oleh
hal lain, tapi jauh di dalam lubuk hati, saya yakin, itu semua hanyalah efek
samping dari penggunaan narkoba dalam jangka panjang.
Selama masih menjadi pecandu narkoba, si
A tidak pernah tertangkap basah oleh aparat keamanan. Ini juga yang mungkin
menjadikan tidak adanya efek jera. Dia berpikir, kalau ketahuan, ya
paling-paling hanyalah keluarga saja yang tahu.
Pun begitu, bagi saya pribadi, sungguh
membingungkan jika pengguna narkoba dijatuhi hukuman penjara. Terlebih jika perbuatannya
hanya merugikan diri sendiri dan keluarga yang mana pada kebanyakan kasus
keluarga pun berusaha sekuat tenaga untuk menutupinya. Kenapa mereka tidak
diberi rehabilitasi saja?
Dengan rehabilitasi tersebut diharapkan si
pecandu ini dapat disembuhkan dari pengaruh dan penggunaan narkoba. Rehabilitasi
bukanlah suatu jaminan akan kesembuhan, begitupun dengan memenjarakan mereka. Malah
pada banyak kasus, penjara inilah tempat terjadinya transaksi narkoba. Dengan
rehabilitasi, para pengguna akan dibantu semaksimal mungkin untuk terlepas dari
pengaruh narkoba melalui rawat inap maupun rawat jalan.
Menjadi masalah berikutnya adalah jika
semakin banyak yang di rehabilitasi. Disinilah tugas pemerintah untuk menyediakan
tempat yang cukup sehingga para pecandu dapat ditampung. Para pecandu yang
telah benar-benar sembuh dipekerjakan sebagai mentor untuk membantu mereka yang
masih bersusah payah melepaskan diri dari ketergantungan.
Berdasarkan pengalaman yang saya lihat
dan amati dari sepupu saya ini adalah lingkungan memegang peranan penting.
Sekalinya mereka mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman yang
masih menggunakan, disitulah godaan itu tanpa basa basi langsung menghancurkan
segala usaha pengobatan yang telah dilakukan.
Bertemu kembali dengan para pecandu
merupakan hal yang harus dihindari. Disinilah lagi-lagi peran keluarga
dibutuhkan. Jangan gampang percaya jika anak mengatakan dirinya sudah sembuh!
Tetap pantau anak-anak yang pernah menjadi pecandu narkoba. Tidak ada batas
waktu untuk terus memantau para bekas pecandu narkoba.
Godaan di luar sana begitu besarnya.
Para pecandu maupun pengedar tidak akan segan untuk membujuk para pemakai baru
maupun yang telah sembuh. Di tahap awal, mereka akan memberikan narkoba ini
coba-coba secara gratis dengan berbagai alasan yang menggiurkan.
Biarlah dianggap orang tua yang kolot
atau apapun itu. Camkan di dalam diri, apapun itu jangan sampai anak saya
terperosok kembali ke dalam jurang yang sama.
Sebagai masyarakat Indonesia, sudah
sepatutnya kita membantu jika mendengar ada pecandu narkoba di lingkungan
keluarga maupun lingkungan tempat tinggal. Dengan mencegah dan menyelamatkan
para pengguna narkoba, maka tingkat penduduk Indonesia yang hidup sehat dapat
ditingkatkan.
Pemerintah bersama dengan BNN (Badan Narkotika Nasional)
telah mencanangkan tahun 2014 ini sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba.
Jika kita mengetahui ada keberadaan pengguna narkoba, maka kita dapat mendorong
mereka dan keluarganya untuk secara sukarela melakukan rehabilitasi dengan
melaporkan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk dilakukan asesmen
dengan biaya ditanggung oleh Kemenkes.
IPWL ini dapat ditemukan di PUSKESMAS terdekat dan rumah
sakit pemerintah yang tersebar di 33 provinsi dan poliklinik BNN. Para pecandu
pun tidak perlu takut untuk ditangkap dengan melaporkan diri ke IPWL ini.
Marilah kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih
sehat!
Comments
Post a Comment