Korban KDRT bagaimana ya?

Setiap membaca tentang kasus KDRT, jantung berdegup kencang. Sambil berpikir, kok bisa sih seseorang bertahan dalam lingkungan toxic? 

Saya menyebut seseorang, karena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) bisa terjadi pada istri ataupun suami. 

Sebingungnya saya dengan kondisi ini, akhir-akhir ini semakin sering saya membaca kasus ini yang berakibat dengan kematian. 

KDRT bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik maupun verbal dan keduanya tentu membuat sesak orang yang melihat dan mendengar ceritanya. Sementara mereka yang merasakan sendiri, seringnya akan melupakan kesalahan pasangannya lagi dan lagi. 

Saya pernah mempunyai sahabat yang dari pacaran mengalami KDRT berupa kekerasan verbal. Mendengar ceritanya sih jelas membuat saya kesal. Sementara sahabat saya akhirnya melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan. 

Beberapa bulan lalu di rumah ada ART yang kerja harian, beranak 3 dan mengalami abuse dari suaminya yang gak jelas juga apa kerjanya. Dari ceritanya, duh sungguh bikin saya kesal. 

Kok bisa ya ada orang sejahat itu? Sampai ART ini pernah disiram air panas segala. Laki kok kejam begitu? 

Tapi ya itu, setelah berbuat kekerasan, pihak wanita (keluarga wanita) menyuruh mereka bercerai. Ealah, si suami jahat ini malah mengancam balik untuk mengambil hak asuh anak. 

Kalau sudah begini, gagal lah rencana perceraian.  Mereka balikan lagi. 

Tiba-tiba suatu hari Ibu saya menerima telpon dari si suami gak tahu diri ini. Ealah, kok dia malah mengancam ibu saya? Alhamdulillah Ibu saya lagi dalam keadaan tenang, sehingga diacuhkan saja pesan whatsapp tersebut. Tapi, demi menjaga keselamatan diri, ya ART terpaksa kami berhentikan. 

Untuk kita yang gak mengalami, mungkin gampang untuk ngomong, "ya harus tegas donk", "kok mau sih punya pasangan begitu", "Jadi orang jangan bego lah", dan lain-lain. 

Nyatanya, tidak segampang itu fergusooooo... 

Korban KDRT karena terlalu lama dalam lingkup kekerasan, menjadi terbiasa sehingga mudah memaafkan pasangan lagi dan lagi. 

Tentunya peran keluarga dan orang terdekat penting untuk memberikan dukungan pada korban agar yakin melangkah maju dan meninggalkan pasangan. Kekerasan fisik maupun verbal akan berulang terjadi lagi. 

Selain mental kejiwaan dari korban, kejiwaan dari anak-anak HARUS menjadi concern dari kedua orang tua. Anak-anak tidak sepatutnya melihat kekerasan dari saat mereka lahir. 

Perceraian bukanlah suatu aib. Jika memang harus menjadi akhir dari suatu hubungan, jangan pernah mundur untuk bercerai. Yakinlah, ini salah satu jalan terbaik. 

Memaafkan sekali akan selalu berujung dengan memaafkan berkali-kali... 

You can not always change people around you and when it happens, it is you that must have the courage to take your own decision for the benefit of yourself first, kids and people around you. 

Comments

Popular Posts