Apa itu CPR? Apa itu AED?

Pertama kali mendapatkan pelatihan CPR, saat saya training di sebuah maskapai asing, sekitar tahun 2001. Udah lama banget yak???
Alhasil saat diminta untuk ikut mengikuti pelatihan lagi, antara saya excited dan ogah-ogahan. Excited karena senang akan me-refresh ilmu yang sudah ada. Ogah-ogahan karena waktunya yang panjang banget….
Hingga tiba saatnya pelatihan 14 Oktober, saya kerahkan seluruh tenaga dan pikiran untuk mengikuti pelatihan yang katanya ada ujian tertulis.

Anyway busway, for those who know me (ehm), tentunya tahu saya bekerja di PR agency yang meng-handle Philips… (terus kenapaaaa????!)
Di awal saya kerja, kaget juga saat mengetahui Philips ini ternyata mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap kesehatan. Alat – alat terkait kesehatannya juga banyak.
Saat saya melihat AED juga gak kaget – kaget amat. Di tahun 2001 saya sudah diajarkan penggunaan AED (saya lupa apa merknya), tapi yang jelas di saat saya bekerja selama hampir 5 tahun di maskapai asing, AED hanya boleh digunakan oleh tenaga medis. Kami pramugari hanya tahu cara menggunakan tapi tidak boleh membuka kotak dimana AED tersimpan.
Saat saya melihat AED Philips di internet maupun di beberapa tempat umum (I can recall that it is available in the train station in Taipei and kantor Google Jakarta), saya merasa bahwa semestinya sudah semakin banyak orang yang mengerti pertolongan pertama dan bagaimana menggunakan AED ini.
AED..AED..AED… apaan sih?
Automated External Defibrillator… alat ini digunakan untuk membantu saat melakukan CPR.  Haisss, apalagi CPR itu?
Cardio Pulmonary Resucitation (CPR) atau dalam bahasa Indonesia biasanya disebut Resusitasi Jantung Paru adalah bentuk pertolongan pertama yang sejatinya bisa dilakukan semua orang demi menyelamatkan nyawa seseorang.
CPR sendiri merupakan teknik penyelamatan hidup yang berguna untuk banyak keadaan darurat termasuk henti jantung mendadak dan situasi dimana seseorang hampir tenggelam dan telah menelan banyak air.
Jangan salah ya, henti jantung mendadak dan serangan jantung itu beda. Pada serangan jantung, si penderita masih bisa memegang dada bagian kiri yang kesakitan (kalau di film-film gitu kan?).
Sementara pada henti jantung mendadak, cusss si penderita terjatuh tak sadarkan diri. Biasanya henti jantung mendadak itu kalau dianalogikan dengan kehidupan sehari-hari, bagai meteran listrik yang tiba-tiba jatuh. Untuk mengaktifkannya, meteran tersebut perlu dinaikkan ke atas kan? Kadang cukup sekali mengaktifkan tombol ke atas, listrik langsung nyala, atau bisa beberapa kali baru bisa menyala kembali (ini kok jadi ngomongin listrik?!) Begitu juga dengan henti jantung mendadak, jantungnya perlu diberikan resusitasi agar dapat aktif kembali.
Dalam melakukan CPR ini, seseorang perlu mendapatkan pelatihan, just like what I had. Untuk mereka yang lulus, nantinya akan diberikan sertifikat untuk bisa melakukan CPR di saat ada suatu kejadian dan berlaku worldwide.
Pada saat pelatihan, dimana Philips bekerjasama dengan Medic One, kita mendapatkan ilmu teori dan praktek. Setelahnya, kita harus mengikuti ujian teori dan juga praktek.
Pelatihannya sendiri berlangsung sekitar 4-5 jam tergantung jumlah peserta. Somehow, apa yang membuat saya ogah-ogahan ternyata menjadi sesuatu yang menyenangkan. Instruktur yang kreatif saat mengajar berhasil mencairkan suasana kami melawan kantuk di siang hari itu.
Dan ternyata oh ternyata…tehnik CPR pun sudah mengalami perubahan. Huff!!! Dulu saya diajarkan untuk mencari nadi dari korban (which took longer time to help someone). Sekarang udah gak perlu lagi. Cukup melihat apakah ada gerakan dada turun naik untuk mengetahui apakah CPR bisa dilakukan.
Somehow, walau sudah mengetahui segala tehnik, yang juga paling penting adalah mengatasi rasa panik dalam diri kita. Keluarga atau orang terdekat korban yang berada di tempat terjadinya henti jantung mendadak, jauh lebih panik dan bahkan bisa memperkeruh keadaan.
Lalu, bagaimana tehnik melakukan CPR?
Danger – Bahaya
Pastikan daerah sekitar cukup aman. Membantu orang lain boleh tapi kita tetap harus memperhatikan keamanan diri kita sendiri.
Sebelum melakukan CPR, sebaiknya instruksikan orang di sekitar untuk menelepon tim medis atau ambulans di 119. Jika korban tak bernapas dan kamu mengerti soal CPR, jangan terburu-buru melakukan CPR. Sebaiknya  meminta bantuan orang lain untuk mencarikan alat AED jika ada (mestinya di tempat umum, sudah tersedia untuk AED ini ya).
Response
Panggil nama korban atau Pak/Ibu. Jika tidak bereaksi, tepuk keras kedua bahunya. Amati naik turun dada, hitung selama 10 detik – satu seribu dua seribu hingga 10 seribu.
Compression – Kompresi Dada
Saat melakukan kompresi dada, pastikan korban berada pada posisi telentang di permukaan yang rata dan keras. Kompresi dapat dilakukan sebanyak 30 kali dengan waktu dan gerakan stabil - kalau kamu tahu lagu Stayin' Alive nya Bee Gees, lebih kurang begitulah temponya.
Airway – Jalan Napas
Setelah melakukan kompresi di atas, buka jalan napas (mulut korban). Angkat dagu korban, tarik dahi ke belakang, dan tiup mulutnya.
Breathing – Bantuan Pernafasan
Lakukan peniupan sebanyak 2 kali, dimana tiap peniupan sambil memperhatikan arah dada korban yang mengembang.
Lakukan siklus ini sebanyak lima siklus.
Terus lakukan pertolongan CPR hingga ada orang yang membawakan alat AED ataupun ambulans datang.



It seems easy but it is actually not.
Setelah dua siklus, biasanya first aider (penolong pertama) akan merasa kelelahan. Lelah ini membuat gerakan kompresi menjadi tidak stabil. Maka dari itu, jika ada dua orang yang mampu melakukan CPR akan jauh lebih baik.
 Untuk penggunaan AED, silakan lihat video berikut ini ya. Dengan adanya AED, lebih mudah karena adanya instruksi untuk melakukan apa dan apa, selain itu electric shock yang diberikan diharapkan dapat memudahkan ‘listrik pada jantung’ untuk  menyala kembali.







Comments

  1. Nah penting banget untuk gak panik *sedangkan saya orangnya panikan hehehe.* Tapi memang sebaiknya tau juga yang seperti ini. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts